Oleh : Ponirin Mika
Probolinggo.HarianJatim.Com- Ada pernyataan yang menarik dari seorang pemikir islam Indonesia Prof Dr. Nur Cholis Madjid yaitu manusia bukan syetan yang selalu salah dan bukan malaikat yang selalu benar. Tapi manusia adalah makhluk yang bisa salah dan bisa benar. Ungkapan tersebut sesuai dengan maqolah yang populer bahwa manusia tempat salah dan lupa. Kealpaan itu pasti akan dialami oleh setiap hamba Tuhan yang bernama manusia. Begitu juga KH. Moh. Zuhri Zaini Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid berkata sebaik-baiknya manusia bukan dia tidak pernah berbuat salah. Tapi ia menyadari akan kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi pekerjaan yang sama.
Meski demikian Tuhan telah memberikan keistimewaan berupa akal pikiran pada manusia sehingga dengannya dapat berikhtiar menjadi orang yang baik. Akal pikiran akan berada pada jalan yang benar sesuai dengan hidayah Tuhan. Hidayah akan dapat diperoleh apabila manusia berada pada koridor yang telah ditetapkanNya. Di situlah pentingnya keimanan pada diri seorang hamba. Iman itu akan melahirkan pikiran yang jernih dana mal yang murni semata-mata karena Tuhan penguasa jagad raya.
Iman manusia itu bisa bertambah dan berkurang. Bisa naik dan turun. Bertambah dengan istikamah menjalankan perintahNya dan berkurang apabila mengkhianati kewajiban-kewajiban yang musti dikerjakan namun ditinggalkan.
Pengkhianatan yang hingga membuat seorang hamba mengerjakan larangan Tuhan disebabkan oleh kejenuhan iman (futhur). Oleh karenanya agar iman seorang hamba segar kembali seyogyanya menjauhi beberapa hal yang menyebabkan futhur, diantaranya adalah; Pertama: Kerasnya hati. Itulah dinding penyekat hati untuk merasakan khusyuk kepada Allah SWT, pengering air mata khasyyah (takut) kedaNya. Jika hati sudah mengeras, ia tidak akan mengenal yang makruf tidak pula mampu mengingkari kemungkaran. Sumber-sumber air mata cinta pada Tuhan akan mongering, taman-taman kasih saying dalam qalbunya telah gundul dan gersang. Dan dengan itu akan mudah terperanjab pada terbakarnya angkara murka pada dirinya. Jika khasyyah (takut) itu telah sirna dalam diri akan mengantarkan pada lembah kehinaan dan kebinasaan.
Kedua; Meremehkan amalan untuk ketaatan. Baik yang fardhu maupun yang Sunnah atau yang lebih sederhana seperti adzkar (dzikir-dzikir)atau lainnya seperti salat, haji dan puasa. Jika seseorang melihat dirinya merasa berat untuk mengamalkan bentuk-bentuk ibadah, malas untuk mengerjakannya, tidak suka menunaikannya, ia merasa seakan-akan ada gunung di bahunya, maka ketahuilah, bahwa penyakit futhur telah merambah pada anggota tubuhnya dan mengalir dalam darahnya. Allah berfirman yang artinya "Dan apabila mereka berdiri untuk salatmereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An-Nisa;142).
Ketiga; Matinya rasa keagamaan dan ia tidak marah karena Allah SWT. Karena seorang melewati hari-harinya dengan berbagai macam fitnah, cobaan bertubi-tubi, di atas kepalanya berbentuk gelombang kemungkaran menerjang manusia sampai hampir menenggelamkan meraka. Ia melihat sebagian umat islam yang diperangi dengan sadisbyang tidak pernah ada dalam sejarah manusia, dan yang disaksikan orang islam saat ini yaitu mayoritas kaum muslimin tergelincir dalam perangkap barat dan timur.
Keempat; Tidak bersyukur atas kelapangan rizki, dan tidak pula bersabar dalam kesusahan. Hal itu terjadi karena lemahnya iman. Dan futhur terjadi pada hubungan hamba dan penciptaNya. Jika seorang hamba menyadari bahwa setiap nikmat yang sampai kepadanya tak lain kecuali dari Allah semata, pasti ia akan bersyukur kepada Allah atas nikmat itu dan bertambah erat hubungannya dengan sang pencipta yang telah menganugerahi nikmat-nikmat yang lainnya. Maka hendaknya kita waspada dalam mengekspresikan kegembiraan pada nikmat, jangan sampai menenggelamkan kita ke dasa laut kufur kepada sang pemberi nikmat.
Kelima; Terang-terangan melakukan kemaksiatan dan tidak peduli terhadap orang-orang yang mengetahui dia mengerjakan maksiat. Betapa buruknya perbuatan orang yang jiwanya tenggelam dalam kemaksiatan yang disertai kebodohan, semakin bertambah wabah dosa dengan hilangnya rasa malu kepada Allah.
Terhindarnya dari futhur menyebabkan iman seseorang terus segar dan hidup. Bagaimana bunga surga yang disirami air hujan rahmat dan keindahan Sang Maha Bijaksana.
Ponirin Mika I Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Critical Social Researc Probolinggo.
No comments:
Post a Comment